Halaman

Jumat, 18 Mei 2018

Puasa Wajib dan Puasa Sunnah

Ketentuan Puasa

Pengertian dan Dalil Puasa
Menurut bahasa,puasa (saum/ الصَوْم ) adalah menahan atau mencegah, sedangkan menurut istilah, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari disertai niat dan beberapa syarat tertentu. Allah swt. berfirman :



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu bepuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa". (QS. Al-Baqarah : 183).

Syarat dan Rukun Puasa

Ada beberapa syarat yang  harus dipenuhi  dalam melaksanakan puasa. Syarat-syarat tersebut  terdiri  dari  syarat-syarat  wajib  dan syarat-syarat sah.  Syarat-syarat wajib adalah syarat  yang  menyebabkan seseorang  harus  melakukan  puasa,  sedangkan  syarat-syarat sah adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang agar puasanya sah menurut syara'. 

Syarat wajib puasa  
Syarat wajib puasa adalah segala sesuatu yang menyebabkan seseorang diwajibkan melakukan puasa. Muslim yang belum memenuhi syarat wajib puasa maka dia belum dikenai kewajiban untuk mengerjakan puasa wajib. Tetapi tetap mendapatkan pahala apabila mau mengerjakan ibadah puasa. Syarat wajib puasa adalah sebagai berikut
  1. Islam  
  2. Baligh 
  3. Berakal sehat, 
  4. Mampu (kuasa melakukannya),
  5. Suci dari haid dan nifas (khusus bagi kaum wanita) 
  6. Menetap (mukim). 
Syarat-syarat sah puasa adalah :
  1. Islam
  2. Tamyiz
  3. Suci dari haid dan nifas, 
  4. Bukan pada hari-hari yang diharamkan. 
Rukun Puasa adalah :
Pada waktu kita berpuasa, ada dua rukun yang harus diperhatikan, yaitu : 
  1. Niat, yaitu menyengaja untuk berpuasa Niat puasa yaitu adanya suatu keinginan di dalam hati untk menjalankan puasa semata-mata mengharap ridha Allah swt, karena menjalankan perintah-Nya. Semua puasa, tanpa adanya niat maka tidak bisa dikatakan sebagai puasa. Untuk puasa wajib, maka kita harus berniat sebelum datang fajar, Sementara itu untuk puasa sunnah, kita di bolehkan berniat setelah terbit fajar, dengan syarat kita belum melakukan perbuatan-perbuatan yang membatalkan puasa.
  2. Meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Dan yang membatalkannya ada empat macam:
    a) Segala sesuatu yang masuk ke dalam rongga melewati mulut, berupa makanan atau minuman yang menjadi konsumsi fisik atau tidak menjadi konsumsi fisik. Sedangkan yang menjadi konsumsi fisik tapi tidak masuk melalui mulut, seperti jarum infus dan sebagainya, dianggap tidak membatalkan puasa 
    b) Sengaja muntah, sedang yang tidak sengaja maka tidak membatalkan. Rasulullah saw. bersabda : 
    مَنْ ذَرَعَهُ الْقَىْئُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ
    Artinya: “Barang siapa yang terpaksa muntah, maka ia tidak wajib qadha’ sedangkan yang  sengaja maka ia wajib qadha’.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).
    c) istimna’, yaitu sengaja mengeluarkan sperma, baik karena ciuman dengan istri, atau sentuhan tangan maka hukumnya batal. Sedangkan jika karena melihat saja, atau berfikir saja maka tidak membatalkan. Demikian juga keluarnya madzi, tidak mempengaruhi puasa. Allah Swt. berfirman :
    أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ  وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ 

    Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Semua hal yang membatalkan ini disyaratkan harus dilakukan dengan ingat jika ia sedang berpuasa. Maka jika ia makan, minum, istimna’ atau muntah, atau berhubungan suami istri dalam keadaan lupa maka tidak membatalkan puasanya, baik dalam bulan Ramadhan atau di luar Ramadhan. Baik dalam puasa wajib atau puasa sunnah, karena Rasulullah saw. bersabda :



مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ
Artinya : “Barang siapa lupa ia sedang puasa, lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya, karena Allah yang memberinya makan dan minum.” (HR Bukhari Muslim).

Sunah Puasa :


  1. Sahur. Dan sudah dianggap sahur meskipun hanya dengan seteguk air. Waktu sahur dimulai dari sejak tengah malam sampai terbit fajar, dan disunnahkan mengakhirkannya.
  2. Menyegerakan berbuka setelah terbukti Maghrib, disunnahkan berbuka dengan kurma segar atau kurma matang dengan bilangan ganjil. Jika tidak ada maka dengan air putih, kemudian shalat Maghrib, setelah itu dilanjutkan dengan meneruskan makanan yang diinginkan, kecuali jika makanan sudah tersaji maka tidak apa-apa jika makan dahulu baru kemudian shalat.
    Doa Berbuka Puasa :

    اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَ بِكَ اَمَنْتُ وَ عَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ برَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن

    Artinya : "Ya Allah,  karena Engkaulah aku berpuasa, kepada Engkau aku beriman, dan dengan rezeki pemberian Engkau aku berbuka, dengan rahmatmu wahai yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
  3. Memberi buka puasa (tafthir shaim), Hendaknya berusaha untuk selalu memberikan ifthar (berbuka) bagi mereka yang berpuasa walaupun hanya seteguk air ataupun sebutir korma
  4. Meninggalkan hal-hal yang akan menghilangkan nilai puasa seperti berdusta, bergunjing, adu domba, berbicara sia-sia dan jorok, serta larangan-larangan Islam lainnya sehingga terbentuk ketaqwaan, inilah tujuan puasa.
  5. Memperbanyak amal shalih terutama tilawah al Qur’an dan infaq fii sabilillah. Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi jika di bulan Ramadhan, ketika berjumpa dengan Jibril, yang menemuinya setiap malam bulan Ramadhan untuk mengulang bacaan Al Qur’an
  6. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah. Rasulullah Saw. selalu beri’tikaf terutama pada sepuluh malam terakhir dan para istrinya juga ikut I’tikaf bersamanya. Dan hendaknya orang yang melaksanakan I’tikaf memperbanyak zikir, istigfar, membaca Al-Qur’an, berdoa, shalat sunnah dan lain-lain.
Hal-Hal yang Makruh Ketika Puasa


  1. Ketika kita sedang berpuasa, ada hal-hal yang makruh dilakukan yaitu: 
  2. Berkumur-kumur yang berlebihan, 
  3. Menyikat gigi atau bersiwak pada siang dan sore hari, 
  4. Mencicipi makanan, walaupun tidak ditelan, 
  5. Memperbanyak tidur ketika berpuasa, dan 
  6. Berbekam atau disuntik 
Hal-Hal yang membatalkan Puasa

Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa, yaitu : 
  1. Makan dan minum dengan sengaja 
  2. Murtad (keluar dari agama Islam) 
  3. Bersetubuh atau melakukan hubungan suami istri pada siang hari 
  4. Keluar darah haid atau nifas 
  5. Keluar air mani atau mazi yang disengaja 
  6. Merubah niat puasa. 
  7. Hilang akal karena mabuk, pingsan, gila. 
Hal-hal yang tidak membatalkan puasa
  1. Masuk ke air, berendam di dalamnya, mandi. Rasulullah saw. pernah menuangkan air ke atas kepalanya sedang ia berpuasa karena haus dan panas. Jika masuk air ke dalam rongga tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah, menyerupai orang yang lupa.
  2. Mengenakan sipat mata dan meneteskan obat mata, meskipun ada rasa pahit di tenggorokan, sebab mata bukanlah saluran ke dalam rongga. Demikian juga tetes telinga. Sedang yang masuk melalui mulut dan telinga maka itu membatalkan.
  3. Berkumur dan mengisap air hidung dengan tidak ditekan, dan jika ada air yang tanpa sengaja masuk rongga tidak membatalkannya, karena serupa dengan orang yang lupa.
  4. Mencium istri bagi orang yang mampu menahan diri. Tidak dibedakan antara orang tua atau muda, sebab yang penting adalah kemampuan mengendalikan diri, barang siapa yang biasanya tergerak nafsunya ketika mencium maka makruh baginya. 
  5. Menggunakan suntikan untuk mengeluarkan kotoran tubuh, karena yang masuk ke dalam tubuh adalah obat bukan makanan, di samping masuknya juga bukan dari saluran yang normal.
  6. Diperbolehkan bagi yang berpuasa menghirup sesuatu yang tak terhindarkan seperti keringat, debu jalanan, sebagaimana aroma sedap yang lain. Diperbolehkan pula dalam keadaan darurat untuk mencicipi makanan, kemudian mengeluarkannya sehingga tidak masuk ke dalam rongga.
  7. Diperbolehkan pula bagi orang yang berpuasa bangun tidur dalam keadaan junub karena mimpi atau hubungan suami istri. Namun yang utama mandi terlebih dahulu setelah berhubungan sebelum tidur.
  8. Diperbolehkan meneruskan makan sehingga terbit fajar, dan ketika sudah terbit fajar dan masih ada makanan di mulut maka harus dikeluarkan. Jika demikian sah puasanya, namun jika dengan sengaja ia telah yang ada di mulutnya maka batal puasanya. Dan yang lebih utama berhenti makan sebelum terbit fajar

Hikmah Puasa
Apabila ditinjau secara mendalam, akan tampak bahwa puasa mengandung hikmah yang amat besar bagi manusia baik untuk kesehatan tubuh atau badan, maupun untuk jiwa atau mental manusia.
  1. Membentuk insan yang bertaqwa 
  2. Puasa sebagai benteng atau perisai dari segala macam tipu daya setan.  
  3. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah. 
  4. Membina kejujuran dan kedisiplinan. 
  5. Mendidik  rasa  belas  kasihan  terhadap  sesama  sehingga,  muncul  kasih  sayang  dan persatuan yang diikat oleh kesamaan akidah dan praktek keagamaan. 
  6. Dapat memelihara kesehatan. 
  7. Dapat mengendalikan hawa nafsu. 
  8. Diampuni dosa-dosanya.

Macam-mcam Puasa

1. Puasa Wajib
a.    Puasa Ramadhan
1.   Pengertian dan Dalil Puasa Ramadhan 
Puasa  Ramadhan  adalah  puasa  yang diwajibkan  terhadap  setiap muslim  selama sebulan penuh pada bulan Ramadhan. Puasa di bulan Ramadhan termasuk salah satu puasa wajib yang harus dilakukan oleh segenap kaum muslimin. Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam bulan Islam. Bulan ini merupakan bulan yang penuh berkah, penuh dengan ampunan Allah swt. dan rahmat-Nya.  Di  dalamnya  terdapat  malam  yang  lebih  mulia  dari  seribu  bulan  yaitu  malam lailatul qadar. Begitu pula Al-Qur'an diturunkan pertama kali di salah satu malam pada bulan ini.
Puasa Ramadhan  diwajibkan  oleh  Allah  swt  untuk  pertama  kalinya  pada tahun kedua hijriyah. Pada waktu itu,  Rasulullah baru menerima perintah memindahkan arah kiblat dari Baitul Makdis di Palestina ke arah Masjidil Haram di Mekah.
Sabda Rasulullah Saw :

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ:  سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ) رواه الترمذي ومسلم (

Artinya :  Dari Abu Abdurrahman Abdillah bin Umar bin Khatab Radiyallahu ‘anhuma berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Islam itu ditegakkan di atas 5 dasar, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang (patut disembah) kecuali Allah, dan  bahwasanya  Nabi  Muhammad saw. Itu utusan Allah, (2) mendirikan shalat lima waktu, (3) membayar zakat, (4) mengerjakan haji ke Baitullah, (5) berpuasa pada bulan Ramadhan." (HR. Tirmidzi dan Muslim) 
2.   Cara Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan dan Dalilnya
Untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan, dapat dilakukan dengan tiga cara.
a) Ru'yatul hilal, yaitu dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di hari ke 29 bulan Sya`ban. Pada sore hari saat matahari terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak bulan sabit meski sangat kecil dan hanya dalam waktu yang singkat, maka ditetapkan bahwa mulai malam itu, umat Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan Ramadhan. Jadi bulan Sya`ban umurnya hanya 29 hari bukan 30 hari. Maka ditetapkan untuk melakukan ibadah Ramadhan seperti shalat tarawih, makan sahur dan mulai berpuasa. Allah swt. telah berfirman yang artinya : ”Barangsiapa di antara kamu melihat bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. (Q.S. Al-Baqarah/2:185). 
Sabda Nabi Saw.:

إِنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا رَآَهُ فَأَخْبَرَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَالِكَ وَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

Artinya : ”Bahwasanya Ibnu Umar telah melihat Bulan, maka diberitahukannya hal itu kepada Rasulullah saw., lalu beliau berpuasa dan menyuruh orang-orang agar berpuasa pula.” (HR. Daud).
b) Istikmal, yaitu  menyempurnakan  bilangan  bulan  sya'ban  atau  bulan  Ramadhan  menjadi  30 hari. Hal  ini  dilakukan  bila  ru'yatul  hilal  tempak  atau  kurang  jelas  karena  tertutup  awan atau sebab lain.   
Sabda Nabi Saw.

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ

Artinya : ”Berpuasalah kalian sewaktu melihat bulan (di bulan Ramadhan), dan berbukalah kamu sewaktu melihat bulan (di bulan Syawal). Maka jika ada yang menghalangi (mendung), sehingga bulan tidak kelihatan, hendaklah kamu sempurnakan bulan Sya’ban Tiga puluh hari. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan Allah swt. telah berfirman yang artinya : dan  hendaklah  kamu  mencukupkan  bilangannya  dan  hendaklah  kamu mengagungkan  Allah  atas  petunjuk-Nya  yang  diberikan  kepadamu,  supaya  kamu bersyukur. (QS. al-Baqarah : 185).
c) Hisab, yaitu  memperhitungkan peredaran  bulan  dibandingkan  dengan  perbedaan  matahari.
Nabi saw. bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ

Artinya : “Apabila kamu melihat bulan (di bulan Ramadhan), hendaklah kalian berpuasa. Dan apabila kamu melihat bulan (di bulan Syawal), hendaklah kamu berbuka. Maka jika ada yang menghalangi (mendung), sehingga bulan tidak kelihatan, hendaklah kalian kira-kirakan bulan itu.” (HR. Bukhari Muslim)
Beberapa ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “kira-kira” ialah dihitung menurut hitungan secara ilmu falak. dan karena  peredaran  bulan  dan  matahari  bersifat  tetap,  maka  dapat diperhitungkan.
Allah swt. telah berfirman yang artinya : “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya  manzilah-manzilah  (tempat-tempat)  bagi  perjalanan  bulan  itu,  supaya  kamu mengetahui  bilangan  tahun  dan  perhitungan  (waktu).  Allah  tidak  menciptakan  yang demikian itu melainkan dengan hak dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus : 5).
Pemerintah  Indonesia  berdasarkan  kesepakatan  para  ulama  menentukan  awal  dan akhir Ramadhan  dengan  menggunakan  ketiga  cara  tersebut.  Jika  menurut  hisab  sudah tetap perhitungannya dan menurut ru'yat sudah nampak hilal, maka hal ini mempermudah untuk mengawali  atau  mengakhiri puasa.  Tetapi kadang kala menurut  perhitungan sudah masuk namun hilal belum nampak, maka dilakukanlah istikmal dengan  menyempurnakan umur bulan menjadi  30 hari.  Sebagian ulama terkadang ada selisih perhitungan  sehingga menimbulkan  perbedaan  pendapat.  Perbedaan  seperti  ini  hendaklah  dianggap  sebagai rahmat dan jangan diperbesar atau menjadi bahan perdebatan yang dapat memecah belah umat Islam. 
3.  Amalan Sunnat Pada Bulan Ramadhan
     Amalan Sunnat pada bulan Ramadhan antara lain
a)  Shalat  tarawih  merupakan  salah  satu  shalat  sunnah  malam  yang  hanya dapat dilaksanakan di bulan ramadhan.
b)    Shalat witir dan shalat sunnah lainnya.
c)   Jika  ada  kelebihan  rezeki,  sedekahkan  kepada  orang  yang  sedang  berpuasa  atau mengajak mereka untuk buka bersama.
d)    Memperbanyak membaca Al-Qur'an (tadarus).
e)     I'ktikaf di masjid untuk ibadah.
               4.  Kafarat bagi Orang yang melanggar larangan puasa Ramadhan
Allah swt. hanya melarang umatnya bersetubuh disiang hari pada bulan Ramadhan, sedangkan pada malam  hari diperbolehkan. Jadi,  barang siapa melakukan persetubuhan dengan  istrinya disiang  hari  maka ia  wajib  membayar kafarat  atau  denda.  Kafarat  bagi  orang yang  melakukan pelanggaran ini ada tiga tingkatkan, yaitu : 
a)    Membebaskan budak belian.
b)    Bila tidak mampu membebaskan hamba sahaya, harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
c)     Bila berpuasa selama dua bulan juga tidak kuat, harus  memberikan sedekah kepada fakir miskin  dengan  makanan  pokok  yang  mengenyangkan.  Jumlah  fakir  miskin  yang  harus disedekahi 60 orang dan masing-masing 3/4 liter perhari.
b.   Puasa Nazar
1)   Pengertian Puasa Nazar  dan dalilnya
Nazar  artinya  menjadikan  sesuatu  dari  yang  tidak  wajib  menjadi  wajib,  atau  ikatan  janji yang  diperintahkan  untuk  melaksanakannya.  Jadi,  puasa  nazar  adalah  puasa  yang  telah dijanjikan oleh seseorang karena  mendapatkan sesuatu kebaikan.
Allah swt. berfirman yang artinya : “…  dan  hendaklah  mereka  menyempurnakan  nazar-nazar  mereka  dan  hendaklah mereka melakukan  melakukan thawaf  sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)”.  (QS. Al-Hajj : 29).
2)   Hukum Puasa Nazar
Berdasarkan ayat di atas, dan karena puasa nazar merupakan puasa yang telah dijanjikan oleh  yang  bersangkutan  untuk  dilaksanakan  maka  hukumnya  wajib.  Dengan  demikian,  jika yang bernazar tidak melaksanakan puasa maka ia akan berdosa.
Nabi Saw bersabda:
مَنْ نَذَرَ اَنْ يُطِيْعَ اللهُ فَلْيُطْعِهِ وَ مَنَ نَذَرَ أَنْ يُعْصِيَهُ فَلاَ يُعْصِهِ

Artinya : "Barang siapa bernadzar akan mentaati Allah maka hendaklah ia mentaati-Nya dan barang siapa bernadzar akan bermaksiat kepada Allah, maka janganlah ia melakukannya”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Puasa  nazar terjadi  karena  seseorang  telah  berjanji  akan  berpuasa jika  ia mendapatkan sesuatu  yang  menggembirakan  (kebaikan).  Misalnya,  jika  saya  naik  kelas  maka  saya  akan berpuasa  selama tiga hari. Pada dasarnya  puasa  ini bukan puasa wajib,  tetapi  karena  sudah dinazarkan maka menunaikannya adalah wajib.
c.    Puasa Kafarat
Kafarat  menurut  bahasa  berarti  denda  atau  tebusan.  Dengan  demikian,  puasa  kafarat adalah  puasa  yang  dilakukan  dengan  maksud  untuk  memenuhi  denda  atau  tebusan.Melaksanakan puasa kafarat hukumnya wajib. 
Ada beberapa macam puasa kafarat, di antaranya sebagai berikut:
1)  Puasa  yang  dilaksanakan  karena  melanggar  larangan  haji,  yaitu  bagi  orang  yang melaksanakan ibadah haji dengan cara tamatu` atau qiran wajib membayar denda berupa menyembelih 1 ekor  kambing/domba.  Apabila tidak mampu, dia wajib berpuasa  selama 3 hari ketika masih di tanah suci dan tujuh hari setelah sampai tanah kelahirannya. Allah swt. telah berfirman yang artinya :  “… Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. siksaan-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 196).
2)      Puasa Kafarat karena Melanggar Sumpah atau Janji
Apabila seseorag  berjanji  untuk  melaksanakan  sesuatu  tetapi  dia tidak  memenuhi, maka dia wajib membayar kafarat yaitu puasa tiga hari, ketika tidak mampu memberi makan sepuluh orang miskin. Allah swt. telah berfirman yang artinya : "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari.” (QS. Al-Maaidah: 89)
3)      Puasa Kafarat karena Sumpah Dzihar
Dzihar  adalah  seorang  suami  yang  menyerupakan  istrinya  sama  dengan  punggung  ibunya. Jika dia ingin berdamai, maka dia wajib membayar kafarat, yaitu puasa dua bulan berturut-turut, sesuai dengan firman Allah swt. yang artinya : "Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur.” (QS. Al-Mujaadilah: 3-4).
4)   Puasa kafarat karena pembunuhan tanpa sengaja, yaitu puasa dua bulan berturut-turut. Allah swt. telah berfirman yang artinya : “dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah.” (QS. An-Nisaa: 92)
5)  Puasa kafarat karena berhubungan badan di bulan Ramadhan dengan sengaja pada saat puasa, yaitu puasa dua bulan berturut-turut sebagaimana yang disebutkan pada hukum berbuka di bulan Ramadhan. Rasulullah Saw bersabda :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: هَلَكْتُ يَا رَسُولَ اَللَّهِ. قَالَ: وَمَا أَهْلَكَكَ ? قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى اِمْرَأَتِي فِي رَمَضَانَ، فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ مَا تَعْتِقُ رَقَبَةً? قَالَ: لَا قَالَ: فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ? قَالَ: لَا قَالَ: فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّينَ مِسْكِينًا? قَالَ: لَا, ثُمَّ جَلَسَ, فَأُتِي اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ. فَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَا , فَقَالَ: أَعَلَى أَفْقَرَ مِنَّا? فَمَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا, فَضَحِكَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ، ثُمَّ قَالَ:اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ ) رَوَاهُ اَلسَّبْعَةُ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

Artinya : Abu Hurairah ra. berkata: Ada seorang laki-laki menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku telah celaka. Beliau bertanya: "Apa yang mencelakakanmu?" Ia menjawab: Aku telah mencampuri istriku pada saat bulan Ramadhan. Beliau bertanya: "Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan budak?" ia menjawab: Tidak. Beliau bertanya: "Apakah engkau mampu shaum dua bulan berturut-turut?" Ia menjawab: Tidak. Lalu ia duduk, kemudian Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberinya sekeranjang kurma seraya bersabda: "Bersedekahlan dengan ini." Ia berkata: "Apakah kepada orang yang lebih fakir daripada kami? Padahal antara dua batu hitam di Madinah tidak ada sebuah keluarga pun yang lebih memerlukannya daripada kami. Maka tertawalah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sampai terlihat gigi siungnya, kemudian bersabda: "Pergilah dan berilah makan keluargamu dengan kurma itu." (Riwayat Imam Tujuh dan lafadznya menurut riwayat Muslim).
2. Puasa Sunnat
Puasa  sunnah  adalah  puasa  yang  apabila  dilaksanakan  mendapat  pahala,  dan  apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa. 
Adapun macam-macam puasa sunnah adalah sebagai berikut :
a.    Puasa 6 hari dibulan syawwal
Hadits Nabi : 

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ اَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّاٍل فَذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ (رواه مسلم)

Artinya : “Barangsiapa yang berpuasa ramadhan, lalu menyambungnya dengan enam hari dibulan syawwal, maka dia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim)
Hadits  ini merupakan nash yang  jelas  menunjukkan disunnahkannya berpuasa enam hari dibulan  syawwal.  Adapun  sebab  mengapa  Rasulullah SAW menyamakannya dengan puasa setahun lamanya.
b.   Puasa senin dan kamis
Hadits Nabi  yang diriwayatkan Aisyah Ra.:

كَانَ النَّبِىُّ ص م يَتَحَرَّى صِيَامَ اْلاِثْنَتَيْنِ  وَ اْلخَمِيْسِ 

Artinya : "Nabi saw memilih berpuasa hari Senin dan Kamis”. (HR. Turmidzi)  
c.    Puasa Dawud
Puasa  dawud  adalah  puasa  yang  dilaksanakan  oleh  Nabi  Dawud  `alaihis  salam. Tatacaranya  adalah  puasa  berselang,  maksunya  satu  hari  puasa  satu  hari  tidak  puasa. Puasa ini merupakan puasa sunnah yang paling utama. Hadits Nabi : 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرٍو قَالَ: صُمْ يَوْمًا وَ اَفْطِرْ يَوْمًا فَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ وَ هُوَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ فَقُلْتُ : إِنِّى أُطِيْقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ. فَقَالَ النَّبِىُّ ص م: لاَ أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ.
Artinya : "Dari Abdullah bin Amr Nabi bersabda: Berpuasalah sehari dan berbukalah sehari. Itulah puasa Daud, dan itulah puasa yang paling utama". Abdullah berkata: saya sanggup lebih dari itu" Nabi bersabda: "Tidak ada yang lebih utama dari itu". (RiwayatBukhari dan Muslim).
d.   Puasa Arafah
Puasa  arafah  adalah puasa yang dilaksanaka pada  tanggal  9 Dzulhijjah. Puasa ini  dapat menghapuskan  dosa selama  dua  tahun, yaitu  satu  tahun  yang telah lalu  dan  satu  tahun yang akan datang. 
Hadits Nabi :
صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَ مُسْتَقْبَلَةً
Artinya : “Puasa hari `arafah menghapus dosa  setahun yang lalu dan  setahun yang akan datang.” (HR. Muslim).
Puasa  arafah  tidak  disunahkan bagi  mereka yang  sedang  wukuf  di Arafah  dalam  rangka menunaikan ibadah haji.
e.    Puasa Asyura (10 muharram)
Nabi saw. bersabda :
صَوْمُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

Artinya :Puasa'Asyura itu menutup dosa tahun yang telah lalu(HR. Muslim)
f.     Puasa Muharram
Bulan muharram adalah bulan yang dianjurkan untuk memperbanyak berpuasa. 
Hadits Nabi :
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ اْلمُحَرَّمَ
Artinya : "Seutama-utama puasa sesudah Ramadhan ialah puasa pada bulan Allah, Muharram". (HR. Muslim).
g.  Puasa tengah bulan pada setiap tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qomariah. Puasa ini biasa disebut juga puasa putih karena pada tanggal-tanggal tersebut bulan bersinar penuh, atau hampir penuh, tidak terhalangi oleh bayangan bumi, sehingga bumi menjadi terang.
Nabi saw bersabda kepada Abu Dzar:

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةً فَصُمْ ثَلاَثَ عَشَرَةَ وَ أَرْبَعَ عَشَرَةَ وَ خَمْسَ عَشَرَةَ (رواه أحمد و النسائى)
Artinya : Hai Abu Dzar, jika engkau hendak puasa tiga hari dalam satu bulan, hendaklah engkau puasa tanggal 13, 14, dan 15. " (Riwayat Ahmad dan Nasai).
Dalam hadits lain disebutkan

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص م يَأْمُرُناَ بِصِيَامِ اللَّيَالِ البِيْضِ ثَلاَثَ عَشَرَةَ أَرْبَعَ عَشَرَةَ وَ خَمْسَ عَشَرَةَ وَ قَالَ, هِىَ صَوْمُ الدَّهْرِ
Artinya : "Rasulullah menyuruh kami berpuasa pada malam-malam putih, yaitu tanggal 11, 14, dan 15, dan beliau bersabda: Itulah puasa (yang sama dengan puasa) sepanjang tahun.
h.    Puasa pada pertengahan bulan Sya'ban (Nisfu Sya'ban).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَاَلتْ: مَا رَاَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص م اسِتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَاَيْتُهُ فِى شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَاماً فِى شَعْبَانَ
Artinya : Dari Aisyah: Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan dan saya tidak melihat beliau berpuasa pada bulan-bulan lain sebanyak yang beliau lakukan pada bulan Sya'ban (HR. Bukhari Muslim)
            3. Puasa Haram
Puasa  haram, yaitu  puasa  yang  apabila  dikerjakan  berdosa  dan  apabila  ditinggalkan berpahala. Adapun macam-macam puasa haram sebagai berikut:
a.    Hari Raya Idul Fithri 
Tanggal  1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari  raya  sakral umat  Islam. Hari itu adalah hari  kemenangan  yang  harus  dirayakan  dengan  bergembira.  Karena  itu  syariat  telah mengatur bahwa di hari  itu  tidak diperkenankan seseorang  untuk berpuasa  sampai pada tingkat  haram.  Meski  tidak  ada  yang  bisa  dimakan,  paling  tidak  harus  membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.
b.    Hari Raya Idul Adha 
Hal yang sama juga pada tanggal  10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari  itu  diharamkan  untuk  berpuasa  dan  umat  Islam  disunnahkan  untuk  menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya  bisa  ikut  merasakan  kegembiraan  dengan  menyantap  hewan  qurban  itu  dan merayakan hari besar.
c.    Hari Tasyrik 
Hari  tasyrik  adalah  tanggal 11,  12  dan  13 bulan Zulhijjah.  Pada  tiga  hari itu  umat  Islam masih  dalam  suasana  perayaan hari Raya Idul  Adha  sehingga  masih  diharamkan  untuk berpuasa. Pada tiga hari itu masih dibolehkan  utnuk menyembelih  hewan qurban  sebagai ibadah yang disunnahkan sejak zaman nabi Ibrahim as.
d.   Puasa pada hari Syak 
Hari syak adalah tanggal 30 Sya`ban bila orang-orang ragu tentang awal bulan Ramadhan karena hilal  (bulan) tidak terlihat. Saat itu tidak ada kejelasan apakah  sudah masuk bulan Ramadhan  atau  belum.  Ketidak-jelasan  ini  disebut  syak.  Dan  secara  syar`i  umat  Islam dilarang berpuasa pada hari itu.
e.    Puasa Selamanya (puasa Dahri)
Diharamkan  bagi  seseorang  untuk  berpuasa  terus  setiap  hari.  Meski  dia  sanggup  untuk mengerjakannya  karena  memang  tubuhnya  kuat.  Tetapi  secara  syar`i  puasa  seperti  itu dilarang oleh Islam. Bagi mereka yang ingin banyak puasa, Rasulullah SAW menyarankan untuk berpuasa seperti puasa Nabi Daud as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.
f.     Puasa wanita haidh atau nifas 
Wanita yang sedang mengalami haidh atau nifas diharamkan mengerjakan puasa. Karena kondisi  tubuhnya  sedang  dalam  keadaan  tidak  suci  dari  hadats  besar.  Apabila  tetap melakukan  puasa,  maka  berdosa  hukumnya.  Bukan  berarti  mereka  boleh  bebas  makan dan minum sepuasnya. Tetapi harus menjaga kehormatan bulan Ramadhan dan kewajiban menggantinya di hari lain.
            4. Puasa Makruh
        Puasa makruh, yaitu puasa yang apabila dikerjakan tidak berdosa dan apabila ditinggalkan (tidak berpuasa) malahan berpahala. Puasa makruh antara lain sebagai berikut :
a.      Puasa yang dilakukan pada hari Jumat, kecuali beberapa hari sebelumnya telah berpuasa. 
b.    Puasa pada paruh kedua bulan Sya`ban Puasa ini mulai tanggal 15 Sya`ban hingga akhir bulan Sya`ban. Namun bila  puasa bulan Sya`ban sebulan penuh, justru merupakan sunnah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar